Langsung ke konten utama

Merajut asa menggapai cita

Selepas SMA,  tepatnya di bulan agustus 2012 aku akhirnya memutuskan mengambil jurusan pendidikan kimia. Pengambilan keputusan ini pun tidaklah mudah. Beberapa pertimbangan telah dirundingkan bersama keluarga. Sebetulnya dulu aku tidak pernah bercita-cita menjadi seorang guru, karna sebetulnya aku juga ingin mencicipi dunia diluar jalur kependidikan. Saat itu kebetulan aku diterima di teknik geodesi Undip yang bersamaan dengan pengumuman diterimanya pendidikan kimia Unnes. Galau sekali pada saat itu, dunia serasa berputar lebih lambat.  Tapi setelah dilalui dengan istikaroh dan masukan dari keluarga, akhirnya kupuskan memilih pendidikan kimia.
Semester 1-2 waktu perkuliahan kadang masih sering galau, masih suka bertanya pada diri sendiri apakah benar ini jalan yang sudah tepat kupilih. Tapi setelah kulalui perkuliahan demi perkuliahan akhirnya bisa selesai juga sampai semester 8. Dari sini aku belajar bahwa "semua yang terjadi, itulah yang terbaik". Bila hendak membuat suatu keputusan,  maka persiapkanlah sebaik-baiknya.  Namun,  saat keputuan itu sudah kita buat dan kita sudah mengambil suatu tindakan, maka itulah sebenarnya yang terbaik. Kata kang ulum "tidak ada yang lebih baik terjadi pada kita selain apa yang sudah terjadi pada kita".
Seiring berjalannya waktu, ternyata mengajar juga mengasyikkan. Bertemu para siswa calon penerus bangsa,  membuat semangat ini senantiasa menyala.
Asa hendaknya senantiasa dipelihara, agar tidak mudah putus waktu perjalanan menggapainya.  Meski kadang jalan yang dilalui berbeda,  tapi pastikan tujuannya tetap sama demi menggapai cita.
#30dwcjilid21
#Day29
#squad4
#Asa
@pejuang30dwc

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semua Punya Medan Juangnya Masing-masing

  Pada tanggal 3 Mei 2021 santri angkatan pertama MA Miftahunnajah telah memegang SK Kelulusan, pertanda semester depan mereka sudah berada di medan juang yang berbeda. Mendapat kesempatan mengajar mereka selama kurang lebih 2 tahun lamanya, memberi pengalaman tersendiri tentunya. Vibrasi positif dari mereka amat terasa. Satu hal yang membuat terkesan ketika sama-sama belajar dengan mereka. Resiliensi, kemampuan untuk tetap teguh meski dalam situasi yang sulit. Saya melihat meski beberapa diantara mereka ada yang kesulitan (utamanya dalam pelajaran eksak), tapi saya bisa mengamati dari guratan wajah, sikap dan usaha mereka ketika memperhatikan, mencatat, dan belajar hingga larut malam. Membangun reliensi memang tidaklah mudah, semoga sikap ini masih tertanam dimanapun medan juangnya. Dan dari mereka saya juga belajar makna resiliensi yang sesungguhnya. Terimakasih anak-anak J

"QUARTER LIFE CRISIS (QLC)"

Hallo sobat budiman, gimana progresnya hai ini? sudah sampai mana, atau masih bimbang dalam memutuskan pilihan? Disini saya akan mengulas hasil kajian yang diseminarkan oleh mba Dewi Nur Aisyah dan cuplikan IGS dari bang choqi isyroqi tentang quarter life crisis. Ngomong-ngomong tentang QLC, Apa sih QLC itu? “ Quarter ” dalam bahasa inggris artinya seperempat,   kalau umur manusia diibaratkan 100 th maka, QLC terjadi sekitar umur 25. Ada penelitian lain yang juga mengatakan bahwa QLC itu terjadi pada rentang usia 20-30an tahun. Quarter life crisis adalah keresahan yang terjadi di rentang usia tersebut, biasanya orang akan meninjau kembali tentang masa lalunya, apa yang telah ia lakukan, apa yang sudah ia dapatkan, dan bagaimana kehidupan di masa mendatang (karir, jodoh, dll). Quarter Life Crisis ini menandakan kita berada di masa puncaknya kedewasaan. Termasuk saya sendiri yang sekarang di usia 23 tahun masih menimbang-nimbang hal apa yang harusnya saya laku...

Insecure

Insecure adalah lawan kata dari “ secure ”/ rasa aman. Insecure adalah kondisi dimana kita tidak merasa aman, sehingga membuat perasaan seseorang menjadi gelisah, takut, malu, hingga tidak percaya diri. Apakah hal tersebut pernah kamu alami? Aku yakin kamu pernah mengalaminya, termasuk diriku. Sering bahkan, tapi kalau dibiarin terus bisa sangat menghambat aktivitas. Insecure yang lebih sering terjadi di masa kini adalah seringnya kita membandingkan diri dengan orang lain. Paparan media social yang tidak bisa kita kontrol dengan baik, terkadang bisa menjadi boomerang tersendiri bagi kita. Perasaan sering tertinggal, tidak memiliki peran, sedangkan yang lain sudah bisa berkarya dan berkontribusi untuk sekitar. Kalau kata Dian Sastro ketika kita membandingkan diri dengan orang lain adalah sesatu yang sangat tidak adil. Karena masing-masing individu pasti berbeda. Jadi jika kamu ingin bahagia dan comfortable dengan diri, maka jangan pernah membandingkan diri. PoV lain terkait com...