Langsung ke konten utama

Belajar dari sebuah karya

Selepas menonton film nkcthi,  aku semakin sadar bagaimana rasanya berada di posisi anak pertama dan anak tengah dalam keluarga. Rasa yang sebelumnya jarang terlintas dibenakku, bahkan di luar ekspektasiku.  Anak pertama yang mungkin selalu mendapat tugas lebih banyak, merasa terkucilkan, dan menanggung beban untuk menjadi panutan.  Dilain sisi anak kedua senantiasa merasa diabaikan. Ia sebenarnya memiliki peran besar dalam keluarga.  Anak kedua bisa menyambungkan kedekatan antara si sulung dengan si bungsu.  Sementara sebagai si bungsu kadang merasa susah untuk memilih dan merasa banyak aturan. Mungkin sesuatu yang menjadi pilihannya sekarang kurang lebih hasil dari pertimbangan keluarga. Mau melangkah,  takut salah arah.  Padahal sebetulnya hanya butuh dorongan dan kepercayaan agar setiap langkah yang dipilih bisa membawanya pada ketentraman lahir dan batin.
Berikan ruang jeda untuk bisa berkontemplasi,  menyadari perasaan yang senantiasa bergulir di sepanjang harinya adalah bagian yang penting dalam hidup. Kadang merasa gagal, merasa berhasil,  merasa tersudutkan, terabaikan dan kecewa adalah perasaan wajar. Perasaan-perasaan tersebut harus diterima dengan hati yang lapang,  karena ketika semakin menolak perasaan itu, rasanya hati semakin susah untuk diajak berkompromi. Sebagai si bungsu, kadang juga perlu belajar lebih peka agar bisa merasakan apa yang dirasakan oleh kakak-kakaknya.  Ketika mampu memahami perasaan orang, maka akan mudah terkoneksi dan mampu memposisikan diri terhadap oranglain.
#30dwcjilid21
#Day27
#Rasa
@pejuang30dwc

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semua Punya Medan Juangnya Masing-masing

  Pada tanggal 3 Mei 2021 santri angkatan pertama MA Miftahunnajah telah memegang SK Kelulusan, pertanda semester depan mereka sudah berada di medan juang yang berbeda. Mendapat kesempatan mengajar mereka selama kurang lebih 2 tahun lamanya, memberi pengalaman tersendiri tentunya. Vibrasi positif dari mereka amat terasa. Satu hal yang membuat terkesan ketika sama-sama belajar dengan mereka. Resiliensi, kemampuan untuk tetap teguh meski dalam situasi yang sulit. Saya melihat meski beberapa diantara mereka ada yang kesulitan (utamanya dalam pelajaran eksak), tapi saya bisa mengamati dari guratan wajah, sikap dan usaha mereka ketika memperhatikan, mencatat, dan belajar hingga larut malam. Membangun reliensi memang tidaklah mudah, semoga sikap ini masih tertanam dimanapun medan juangnya. Dan dari mereka saya juga belajar makna resiliensi yang sesungguhnya. Terimakasih anak-anak J

"QUARTER LIFE CRISIS (QLC)"

Hallo sobat budiman, gimana progresnya hai ini? sudah sampai mana, atau masih bimbang dalam memutuskan pilihan? Disini saya akan mengulas hasil kajian yang diseminarkan oleh mba Dewi Nur Aisyah dan cuplikan IGS dari bang choqi isyroqi tentang quarter life crisis. Ngomong-ngomong tentang QLC, Apa sih QLC itu? “ Quarter ” dalam bahasa inggris artinya seperempat,   kalau umur manusia diibaratkan 100 th maka, QLC terjadi sekitar umur 25. Ada penelitian lain yang juga mengatakan bahwa QLC itu terjadi pada rentang usia 20-30an tahun. Quarter life crisis adalah keresahan yang terjadi di rentang usia tersebut, biasanya orang akan meninjau kembali tentang masa lalunya, apa yang telah ia lakukan, apa yang sudah ia dapatkan, dan bagaimana kehidupan di masa mendatang (karir, jodoh, dll). Quarter Life Crisis ini menandakan kita berada di masa puncaknya kedewasaan. Termasuk saya sendiri yang sekarang di usia 23 tahun masih menimbang-nimbang hal apa yang harusnya saya laku...

Insecure

Insecure adalah lawan kata dari “ secure ”/ rasa aman. Insecure adalah kondisi dimana kita tidak merasa aman, sehingga membuat perasaan seseorang menjadi gelisah, takut, malu, hingga tidak percaya diri. Apakah hal tersebut pernah kamu alami? Aku yakin kamu pernah mengalaminya, termasuk diriku. Sering bahkan, tapi kalau dibiarin terus bisa sangat menghambat aktivitas. Insecure yang lebih sering terjadi di masa kini adalah seringnya kita membandingkan diri dengan orang lain. Paparan media social yang tidak bisa kita kontrol dengan baik, terkadang bisa menjadi boomerang tersendiri bagi kita. Perasaan sering tertinggal, tidak memiliki peran, sedangkan yang lain sudah bisa berkarya dan berkontribusi untuk sekitar. Kalau kata Dian Sastro ketika kita membandingkan diri dengan orang lain adalah sesatu yang sangat tidak adil. Karena masing-masing individu pasti berbeda. Jadi jika kamu ingin bahagia dan comfortable dengan diri, maka jangan pernah membandingkan diri. PoV lain terkait com...